REALITAONLINE.COM,SELATPANJANG - Pakar Lingkungan DR Elviriadi MSi terus saja menyoroti masalah kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Menurutnya, hakikat persoalan Karhutla yang berlarut-larut di Indonesia terletak pada ingatan sejarah Deforestasi yang mengawalinya.
Deforestasi adalah proses penghilangan hutan alam dengan cara penebangan untuk diambi kayunya atau mengubah peruntukan lahan hutan menjadi non-hutan. Jadi, tambah Elviriadi, sibuk memadamkan api itu salah-salah bisa menyesatkan.
Beliau pun menghimbau publik jangan melupakan sejarah peluluhlantakan hutan Riau sejak Orde Baru yang bermuara pada fenomena kebakaran lahan gambut.
"Sekarang orang sibuk teriak Kebakaran lahan, mereka lupa sejarah mengapa hal itu bisa terjadi?. Penyebab utama dan pertama Karhutla adalah karena pembantaian hutan tanah Melayu. Deforestasi, jangan lupakan sejarah hitam itu," ketusnya dengan nada meninggi.
Ia juga mengajak semua pihak terkait untuk mengurai benang kusut Karhutla ini dari pangkalnya. Yang berpunca dari mindset pembangunan sejak Orde Baru sampai hari ini, yang mengejar pertumbuhan ekonomi makro, tetapi mengorbankan sumberdaya alam. Modusnya sejak dulu pun sama, bangun kolabarasi komplit dengan irama gendang, "hutan dan gambut harus jadi rupiah".
"Lalu dirajutlah serangkaian konspirasi kemakmuran dan kesejahteraan," ungkap aktivis 98 itu berapi-api kepada GoRiau.
Ketika hutan diluluhlantak, tambah Elv, fungsi tanah untuk menahan air hilang. Kanopi (tutupan) dedaunan pohon yang berfungsi menjaga kelembaban tanah juga musnah. Ini dituding menjadi biang kerok penyebab Karhutla yang harus disasdari, bukan membuat canal blocking.
"Ini yang saya sebut kemarin, membangun sambil merobohkan. Yang melahirkan oligarki politik borju yang memangsa rakyat dan lahan gambut di Indonesia," ujarnya.
Kemudian, dikatakan Dosen Fapertapet UIN Suska Riau itu lagi, tugas sesungguhnya BPBD, BLHK, Kementerian LHK, NGO Lingkungan, Manggala Agni, TNI-Polri, Masyarakat Lokal bukanlah mencari titik api lalu memadamkan. Melainkan, melawan lupa. Melawan tirani ekologis yang tampak seperti membangun sesuatu, tetapi merobohkan secara high politik hutan dan gambut. ***